--2012 Bayang-Bayang mantan—
“Kasih sayangku tak berwaktu, mau bagaimanapun keadaanmu sekarang, besok, nanti dan apapun yang terjadi, sampai kapanpun, bahkan sampai kau jadi milik orang lain sekalipun aku tetap menyayangimu”Senja di ufuk barat menyejukkan mata, saat itu aku duduk di tepi pantai. Yang janggal disini aku hanya seorang diri, padahal ini adalah malam ulangtahunku. Aku terus diam, memikirkan apa yang sebenarnya hatiku inginkan, aku menolaknya ia datang kemari, padahal ia sudah setengah jalan menuju kesini. entah apa, yang jelas bingkai yang masih terbungkus rapi dikamar Uzi membuat sikapku seperti ini, aku terus memikirkannya, foto di bingkai itu tersenyum manis dengan rambut sedikit pirang berbelah tengah. Kulitnya putih, ada tahi lalat di atas bibir kirinya.
Malam semakin larut, dia terus menelponku. Aku tak menggubrisnya. Pandanganku lurus tak memusat, menembus kegelapan laut yang hanya diterangi kelipan bintang, bulanpun terasa redup dari biasanya. Suara ombak yang kian memengakan telingaku. Ahhh.. aku mengukutuki diriku, terus bertanya hubungan apa yang masih terjalin antara mereka? Kenapa aku sebodoh ini? Padahal usia hubunganku sudah menginjak 13 bulan. Kenapa hal seperti ini baru aku ketahui? Kemana saja aku selama ini? Orang yang aku sayangi malah masih menjalin hubungan manis dengan mantannya dibelakangku, semanis bingkai polkadot itu yang tergeletak dibawah bantal Uzi.
Tiba-tiba suara mobil terdengar menderung, sebuah hondajas berhenti di pesisir, pria tegap bergegas keluar mobil, membawa setangkai bunga yang kian layu, ia berlari kearahku. Pandanganku masih lurus menembus kegelapan laut, tak menemukan fokus apapun bahkan tak ada ujung pandangan yang kudapati disana. Ia memanggilku.
“Raeni, kamu kenapa? Kenapa telponku gak diangkat terus? Sebenarnya apa yang terjadi dengan kamu? Kamu kenapa?” tanyanya menggebu-gebu.
Aku menoleh perlahan, memerhatikan raut wajahnya, aku heran, aku tak bisa menemukan sesuatu yang ia sembunyikan, wajahnya begitu tajam, terdengar engahan nafas yang coba ia stabilkan. Aku menundukan pandanganku, air mata ini mengalir begitu saja, Uzi memelukku.
“sayang, apa yang terjadi? Kamu kenapa menangis?”
Tangisku semakin menjadi, tapi mulutku masih saja bungkam, aku tak kuasa menceritakan semuanya. Aku gak sanggup jika memang benar ia masih menjalin hubungan dengan mantannya itu, karena aku sangat mencintainya, aku tidak mau kehilangan sosok seperti Uzi. Tapi, aku tak membalas pelukan Uzi, sesekali ia menghapus air mataku. Aku menelan ludah, melepaskan pelukannya dan berjalan gontai kearah mobilku yang terparkir tak jauh dari mobil Uzi. Uzi menarik lenganku lagi-lagi menanyakan apa yang terjadi denganku. Aku terus jalan sesekali hanya melihat wajahnya yang terlihat kebingungan. Tiba-tiba ia berlari dan berdiri di hadapanku.
“Raeni, Selamat ulang tahun.. aku sayang kamu”
Aku menghela nafas panjang
“Makasih Zi...”
meniup lilin dan setelah itu aku berjalan cepat meninggalkannya, menstater mobilku dan tarik gas dalam-dalam. Aku meninggalkan ia di tengah ombak yang semakin riuh, meninggalkan ia dengan beribu pertanyaannya. Akhirnya kaca spionku tak lagi mendapati wajahnya, aku sudah berjalan jauh dari titik Uzi berdiri.
Esoknya aku dibangunkan mama, mama menanyakan apa yang terjadi semalam, sambil memeras kompresan mama terus menasehatiku, “angin malam itu gak baik, Raa” aku baru sadar ternyata tubuhku demam karena itu mama mengompresku. Aku masih diam, menggerakkan tanganku yang terasa pegal, melihat kerah jendela, fajar mulai menyingsing. Kilauan benda menyilaukan mata, aku menoleh kearah benda itu, dengan manis terletak di atas meja belajarku. Kado.
Ma? Baru saja aku ingin menanyakannya pada mama. Mama menjawabnya cepat seakan mengetahui pertanyaan yang akan aku lontarkan.
“iyaa.. semalam Uzi kesini saat kamu udah pulas tidur dan ia meletakkan kadonya di atas meja. Selamat ulang tahun yaa anak mama yang cantik” mamah memelukku. Aku tersenyum. “Makasih ya maa, aku sayang mama”
“kalo mama boleh tahu, kamu ada apa dengan Uzi? Kenapa Uzi semalam tampak cemas dengan keadaanmu, kamu kenapa? Kalian bertengkar?”
Tanya mama.
“hmmm.. ga apa-apa Ma, aku baik baik aja koq” aku mencoba menyembunyikan semua ini dari Mama.
“yasudah, mama mau ke pasar dulu ya. Kamu istirahat yaa nak, jangan lupa mama udah buatin bubur buat kamu, nanti sarapan ya”
“iya Ma, Mama hati-hati ya..” Mama keluar dari kamarku. Aku menarik selimutku, memejamkan mataku dan sedikit mengingat tentang kejadian semalam. Menghela nafas panjang dan kembali memerhatikan kado. Aku tersenyum dan tiba-tiba teringat Uzi, aku mengecek ponselku, terdapat satu pesan dari Uzi.
“Sayang, selamat ulang tahun ya.
Soal semalam sebenarnya aku gak tau kamu kenapa, tapi kalo emang itu semua karena kesalahan aku, aku minta maaf. Aku sayang kamu, jangan pernah tinggalin aku ya Ra”
Aku tersenyum, ternyata Uzi begitu menyayangiku. Tapi, foto di bingkai itu, kenapa dia meletakkannya dibawah bantalnya? Sebegitu pentingkah mantannya itu? Aku kembali meredamkan fikiranku, penat rasanya jika terus memikirkan hal itu. Aku segera kembali merebahkan tubuhku.
“Nut......Nuttt” ponselku berdering.
Aku meraih ponselku, panggilan masuk dari Uzi. aku tak menganggkatnya, aku enggak mau amarahku membuat Uzi kebingungan, lebih baik aku diamkan Uzi untuk beberapa saat ini. Setidaknya sampai aku tak lagi mengingat foto mantannya. Iyaa.. foto dimana saat itu aku menemukannya di bawah bantal Uzi, dua hari yang lalu ketika aku sedang main ke rumah Uzi, ia memintaku untuk mengambil ponsel dikamarnya, setelah aku kesini kemari dan saat itu aku mencarinya sampai bawah bantal namun yang kutemukan ialah sebuah bingkai polkadot, disana kudapati senyuman manis seorang perempuan, wajahnya tak asing lagi, benar iya mantan Uzi. dan aku mengenalnya, sangat mengenalnya.
#30DWC jilid 3 hari ke-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar