Jumat, 02 Desember 2016

Cinta Sejati Hanya Datang Sekali part I




       Aku wanita pengagum. Setiap hal yang aku suka selalu aku semogakan dalam hati, mengucapkannya dengan lamat-lamat, aku suka dia. Entah sejak kapan aku mulai merasakannya, namun setiap wajah itu muncul hatiku selalu berdebar, aku kikuk dibuatnya. Padahal, aku sama sekali tak mengenal nama pemilik wajah itu, aku hanya menyebutnya pria idaman. Ahh bisa apa aku sebagai perempuan? Mengagumi dalam hati itu lebih dari cukup.
Layaknya pengagum, aku hanya bisa memerhatikannya dari kejauhan, rasa kagum kepadanya aku simpan dengan rapi di dalam hati, karena aku dapat memastikan tidak ada satu orangpun yang mampu mengetahui perasaan ini.
       Saat setelah pulang sekolah, aku menyusuri kubikel perpustakaan sekolahku, mencari buku untuk tugas besok tapi perutku terasa keroncongan. Akhirnya aku memutuskan mempercepat mencari bukunya dan langsung menuju kantin sekolah. Disana tak seramai saat waktu istirahat, hanya ada beberapa siswa yang sedang membeli makanan dan satu grombolan yang tengah mengobrol, di tengah grombolan tersebut aku mendapati wajah pria idaman itu. Untunglah.. sebagai seorang perempuan aku benar-benar bisa menyembunyikan perasaanku. Aku tetap bertingkah biasa saja, walaupun beberapa dari grombolan itu mencoba menggodaku dengan sebutan “hai.. ibu negara. Duh jam segini masih  di sekolah, pasti sibuk dengan tugas negara yaa bu..” aku hanya tersenyum tegas layaknya ketua osis. Namun tak sengaja saat aku mengarahkan pandanganku kepada pria idaman itu, ia tersenyum kepadaku. Waw.. ini senyuman pertamanya untukku. Mimipi apa aku semalam? Oh rasanya senyuman itu mampu mengganjal rasa keroncongan di perutku, aku bahagia sekali. Namun, lagi lagi aku benar-benar mampu menyembunyikan perasaanku, wajah tegasku tak membalas senyumannya. Saat ia tersenyum tadi,  aku hanya meliriknya sebentar dan memutar bola mataku, meninggalkan wajah itu dengan grombolannya.
Esoknya aku bersama tim osisku melakukan kegiatan razia di sekolah, Finally, aku menarik napas panjang lega karena proker ini berjalan lancar. Aku segera menuju kelas, menyusul pelajaran matematika yang sedang pak Nady ajarkan, namun tiba-tiba aku di kagetkan dengan sosok pria idaman itu, ia berdiri di hadapanku. Aku hanya menatapnya heran karena lagi-lagi aku mampu menyembunyikan perasaan itu. Dia menyapaku dengan kata “Hai Raeni..” aku semakin kaget ia mengetahui namaku. Padahal sampai detik ini aku sama sekali tidak mengetahui seluk beluk tentangnya begitupun dengan namanya. Ingin rasanya aku jawab dengan kalimat “Hai juga pria idamanku” tapi ehhh.. dengan cepat lidahku menjawab “Ada perlu apa ya?” Semudaah itu aku menyembunyikan perasaanku, berbulan-bulan aku menunggu moment ini tapi aku melewatinya. “kamu lagi sibuk ya?.. hm, aku mau minta tolong ambilkan topiku Raa” ucapnya memohon. Hhhh  jleb ternyata pria ini memanggilku hanya untuk meminta bantuan. Aku pun menjawabnya “Maaf ya, aku lagi sibuk, lagian saat ini semua barang yang di razia untuk sementara waktu di tahan dulu, aku permisi ya” aku segera melangkahkan kakiku. Meninggalkan pria itu tanpa menunggu jawabannya lagi, memasuki kelas dan huft aku gagal paham dengan materi yang diajarkan Pak Nady karena sepanjang sisa pelajaran aku terus mengingat wajah pria itu, ehhhh.
    Jika libur sekolah, biasanya aku bantu  mama masak, membuat makanan kesukaanku dan menceritakan semua kejadian di sekolah. dan tiba-tiba ponselku berbunyi, ada satu pesan masuk, lebih tepatnya pesan kosong. Aku tak memedulikannya dan kembali memasak bersama mama. Malamnya, seperti biasa aku mengerjakan tugas sekolah, menyiapkan pelajaran untuk besok lalu setelah itu aku merebahkan tubuhku diatas kasur. Meraih ponselku, dan kembali melihat pesan kosong itu. Iseng, aku membalasnya dengan tanda “?” beberapa menit kemudian ada balasan, dan ternyata pengirim pesan kosong itu... ia adalah pria idamanku. Dwrr. Aku melonjak kegirangan meninggalkan sikap tegasku. Semua itu hanya bisa aku lakukan di dalam kamar ini, karena di kamar inilah aku bebas mengekspresikan semua ekspresiku.
Beberapa minggu berlalu, setelah berbalas kata di pesan, kami mulai bertegur sapa di sekolah, aku tak tau banyak, setelah peristiwa pesan kosong itu aku semakin menyukainya, rasa ini semakin bertambah. Aku juga heran, kenapa hati ini begitu mudah jatuh cinta? Hah jatuh cinta, ini pengakuan yang menjijikan bagiku. Karena ini kali pertamanya aku jatuh cinta. Tapi aku harus mengakui perasaanku bahwa aku merasa nyaman bersamanya. Dan lagi-lagi aku berhasil mengirimkan telepati pengakuanku karena hanya berselang menit pria idaman itu mengirimiku pesan, Uzi mengungapkan perasaanya. Aku tak langsung menjawabnya, walupun aku pun begitu mencintai Uzi, aku meminta waktu seminggu untuk memikirkan semua ini, karena aku tidak mau semuanya datang terlalu cepat, aku ingin membulak-balikan hati, apa ini yang aku mau? Apa aku benar menyukainya? Apa pria ini benar-benar pria idaman hatiku? Apa memang aku hanya mengaguminya? Tapi setelah aku memikirkan semua ini, aku menyimpulkan bahwa aku benar-benar mencintai Uzi.
       Aku heran, setelah jadian beberapa minggu ternyata Uzi mengakui bahwa sebelum jadian ia melakukan hal yang sama terhadapku, ia mengagumi sosok diriku, sosok Raeni. kenapa semuanya serba kebetulan?
Cinta memang tidak bisa di tebak, aku mengagumi cinta. Karena cinta memilki arti yang begitu luas, ditambah saat ini aku telah mempunyai sekeping hati yang mampu menyempurnakan cintaku. Sosok pria seperti Uzi yang membuat aku semakin yakin cinta itu ada. Cinta itu hidup. dan cinta itu harus dipelihara. Begitupun ia, ia merasa aku mampu membuat ia mengenal arti cinta yang sesungguhnya, katanya aku sosok wanita yang mampu membuat paginya penuh tunggu untuk menunggu pesan dariku, dan yang mampu membuat malamya diselimuti rasa rindu padaku.
Beberapa bulan kemudian saat senja di ufuk barat begitu  menyejukkan mata, saat itu aku duduk di tepi pantai. Yang janggal disini aku hanya seorang diri, padahal ini adalah malam ulangtahunku. Aku terus diam, memikirkan apa yang sebenarnya hatiku inginkan, aku menolaknya ia datang kemari, padahal ia sudah setengah jalan menuju kesini. entah apa, yang jelas bingkai yang masih terbungkus rapi dikamar Uzi membuat sikapku seperti ini, aku terus memikirkannya, foto di bingkai itu tersenyum manis dengan rambut sedikit pirang berbelah tengah. Kulitnya putih, ada tahi lalat di atas bibir kirinya.
       Malam semakin larut, dia terus menelponku. Aku tak menggubrisnya. Pandanganku lurus tak memusat, menembus kegelapan laut  yang hanya diterangi kelipan bintang, bulanpun terasa redup dari biasanya. Suara ombak yang kian memengakan telingaku. Ahhh.. aku mengukutuki diriku, terus bertanya hubungan apa yang masih terjalin antara mereka? Kenapa aku sebodoh ini? Padahal usia hubunganku sudah menginjak 13 bulan. Kenapa hal seperti ini baru aku ketahui? Kemana saja aku selama ini? Orang yang aku sayangi malah masih menjalin hubungan manis dengan mantannya dibelakangku, semanis bingkai polkadot itu yang tergeletak dibawah bantal Uzi.
       Tiba-tiba suara mobil terdengar menderung, sebuah hondajazz berhenti di pesisir, pria tegap bergegas keluar mobil, membawa setangkai bunga yang kian layu, ia berlari kearahku. Pandanganku masih lurus menembus kegelapan laut, tak menemukan fokus apapun bahkan tak ada ujung pandangan yang kudapati disana. Ia memanggilku.
“Raeni, kamu kenapa? Kenapa telponku gak diangkat terus? Sebenarnya apa yang terjadi dengan kamu? Kamu kenapa?” tanyanya menggebu-gebu.
Aku menoleh perlahan, memerhatikan raut wajahnya, aku heran, aku tak bisa menemukan sesuatu yang ia sembunyikan, wajahnya begitu tajam, terdengar engahan nafas yang coba ia stabilkan. Aku menundukan pandanganku, air mata ini mengalir begitu saja, Uzi memelukku.
“sayang, apa yang terjadi? Kamu kenapa menangis?”
       Tangisku semakin menjadi, tapi mulutku masih saja bungkam, aku tak kuasa menceritakan semuanya. Aku gak sanggup jika memang benar ia masih menjalin hubungan dengan mantannya itu, karena aku sangat mencintainya, aku tidak mau kehilangan sosok seperti Uzi. Tapi, aku tak membalas pelukan Uzi, sesekali ia menghapus air mataku. Aku menelan ludah, melepaskan pelukannya dan berjalan gontai kearah mobilku yang terparkir tak jauh dari mobil Uzi. Uzi menarik lenganku lagi-lagi menanyakan apa yang terjadi denganku. Aku terus jalan sesekali hanya melihat wajahnya yang terlihat kebingungan. Tiba-tiba ia berlari dan berdiri di hadapanku.
“Raeni, Selamat ulang tahun.. aku sayang kamu”
Aku menghela nafas panjang dan segera berjalan cepat meninggalkannya, menstater mobilku dan tarik gas dalam-dalam. Aku meninggalkan ia di tengah ombak yang semakin riuh, meninggalkan ia dengan beribu pertanyaannya. Akhirnya kaca spionku tak lagi mendapati wajahnya, aku sudah berjalan jauh dari titik Uzi berdiri.
      Esoknya aku dibangunkan mama, mama menanyakan apa yang terjadi semalam, aku baru sadar ternyata tubuhku demam karena itu mama mengompresku. Aku masih diam, menggerakkan tanganku yang terasa pegal, melihat kerah jendela, fajar mulai menyingsing. Kilauan benda menyilaukan mata, aku menoleh kearah benda itu, dengan manis terletak di atas meja belajarku. Kado.
Ma? Baru saja aku ingin menanyakannya pada mama.  Mama menjawabnya cepat seakan mengetahui pertanyaan yang akan aku lontarkan.
“iyaa.. semalam Uzi kesini saat kamu udah pulas tidur dan ia meletakkan kadonya di atas meja. Selamat ulang tahun yaa anak mama yang cantik” mamah memelukku. Aku tersenyum. “Makasih ya maa, aku sayang mama” mama  lekas keluar kamar.
Aku menarik selimutku, memejamkan mataku dan sedikit mengingat tentang kejadian semalam. Menghela nafas panjang dan kembali memerhatikan kado. Aku tersenyum dan tiba-tiba teringat Uzi, aku mengecek ponselku, terdapat satu pesan dari Uzi.
“Sayang, selamat ulang tahun ya.
Soal semalam sebenarnya aku gak tau kamu kenapa, tapi kalo emang itu semua karena kesalahan aku, aku minta maaf. Aku sayang kamu, jangan pernah tinggalin aku ya Ra”
Aku tersenyum, ternyata Uzi begitu menyayangiku. Tapi, foto di bingkai itu, kenapa dia meletakkannya dibawah bantalnya? Sebegitu pentingkah mantannya itu? Aku kembali meredamkan fikiranku, penat rasanya jika terus memikirkan hal itu. Aku segera kembali merebahkan tubuhku. lebih baik aku diamkan Uzi untuk beberapa saat ini. Setidaknya sampai aku tak lagi mengingat foto mantannya. Iyaa.. foto dimana saat itu aku menemukannya di bawah bantal Uzi, dua hari yang lalu ketika aku sedang main ke rumah Uzi, ia memintaku untuk mengambil ponsel dikamarnya, setelah aku kesini kemari dan saat itu aku mencarinya sampai bawah bantal namun yang kutemukan ialah sebuah bingkai polkadot, disana kudapati senyuman manis seorang perempuan, wajahnya tak asing lagi, benar iya mantan Uzi. dan aku mengenalnya, sangat mengenalnya.
    Seminggu kemudian, karena saat itu masa liburan sekolah sudah mulai, aku pun mengabari Uzi bahwa aku akan ke Jakarta untuk beberapa minggu.
 “Aku ingin sekali, bertemu kamu Raa?” Sebuah pesan masuk dari Uzi.
Aku membukanya, lalu tersenyum. Esoknya Uzi kembali mengirim pesan kepadaku.
“Kamu sibuk Ra? Kamu belum sempat balasa chat aku lho.. Jangan lupa makan ya”
Aku masih belum membalasnya, karena aku mau buat suprise buat Uzi nanti. sengaja deh aku mau buat Uzi kesel dulu. Setelah dua minggu kemudian, akhirnya Jumat sore hari aku memutuskan untuk pulang ke Pandeglang. Aku masih belum mengabari Uzi. Pukul 10 malam aku baru sampai rumah, ternyata Uzi beberapa kali menelponku.
Semilir angin shubuh membangunkanku dari tidur, begini nih udah kelamaan di Jakarta, angin subuh di Pandeglang benar-benar kayak salju, dingin banget. Hari ini aku berencana untuk memberi kejutan pada Uzi, ia hari ini ulangtahun yang ke 17. aku gak sabar deh. Aku langsung mencalling 4 sahabat aku untuk menjadi tim sukses di acara ini, sigap kita menyusun rencana. Akhirnya kami mendatangi rumah Uzi tanpa bilang dulu pada Uzi, and then suprise, Uzi tersenyum haru melihat aku membawa kue di hadapannya.
    “Selamat Ulang Tahun ke 17 Zi...”
    “Kapan kamu pulang? Koq ga bilang aku sih Ra..”
Aku tertawa melihat wajah Uzi yang merah, mungkin dia malu karena saat itu ada kedua orangtua dan keluarganya yang lain.
Saat itu usia hubungan kami menginjak 3 tahun, tidak pernah ada konflik yang berarti selama tiga tahun itu, kami tetap menjaga perasaan walaupun terkadang jarak memisahkan. Mama Uzi begitu baik dan keluarganya juga, mereka menyambut aku dengan senang hati.  setelah selesai makan-makan merayakan ulangtahun Uzi aku pamit pulang. Uzi lagi-lagi berterimakasih padaku.
 “Ra, makasih banget buat hari ini, aku bahagia. Semoga kita bakal terus ngulang hari bersama-sama ya.. aku sayang kamu Ra” 
Aku sangat mencintai Uzi, lelaki itu membuat aku tak mengerti perasaanku, rindu ini setiap harinya bertambah karenanya. Tak ada yang istimewa di hubungan kami, namun entah apa yang mampu mempertahankan hubungan  ini.
Setahun kemudian akhirnya kami lulus dari sekolah menengah atas, untuk itu aku bermaksud melanjutkan pendidikanku ke Jakarta. Kami pun harus menerima kenyataan untuk siap dipisahkan oleh jarak. Setelah 1 tahun aku di Jakarta hubungan kami baik-baik saja, namun menginjak tahun ke dua, dan pada saat itu hubungan kami menginjak tahun yang ke-7 namun dengan sepihak Uzi memutuskan hubungan kami. Sebagai wanita aku hanya bisa diam menerima kenyataan pahit ini.
Setelah 6 bulan berpisah dengannya, saat ini aku memang tidak tahu isi hatiku yang sebenarnya, tapi aku mengakui kondisi seperti ini jauh lebih membuatku merasa nyaman. Karena aku tak lagi diribetkan oleh rutinitas bodoh yang sering sekali aku lakukan selama enam tahun kebelakang. Aku memang baru menyadari kebodohan yang begitu teramat, bahkan kebodohan itu harus berakhir dengan luka yang sampai sekarang tak lekas sembuh. Awalnya aku begitu terpukul, meninggalkan rutinitas yang nyaris menjadi kebiasaan dalam keseharianku, tapi ini jalan Tuhan, aku tetap mensyukuri apa yang sudah terjadi dalam hidupku. Namun aku sempat putus asa memang, tapi sang maha Pencipta menolong jiwaku, aku disadarkan oleh sesuatu yang membuat aku tertegun, dan aku baru menyadari itu. Aku sangat menyesal dulu telah berani bermain api yang sekarang berujung luka bakar yang mendalam dihatiku.
kisah ini akan menjadi bagian dari sejarah kisah patah hati seorang perempuan yang telah berhasil dibodohi. Kesetiaan yang dimiliki tak menjamin kebahagiaanya dalam asmara. ternyata di usia kepala dua ini, kisah yang ku alami semakin banyak dan tentu semakin rumit. Tapi beruntung kisah-kisah ini menjadikan inspirasi bagiku
        Pengalamanku yang pernah mempautkan hatiku dengan lelaki berdarah sunda, sosoknya begitu tegas. Selama 6 tahun aku berhasil menjalin kisah dengannya, bukan waktu yang sebentar untuk pasangan muda mempertahankan hubungan tersebut karena 6 tahun itu kita berbekal kesetiaan. Namun menginjak tahun ke 7, bekal yang kami miliki sempat goyah bahkan akhirnya bekal itu terlepas lebih tepatnya dilepaskan oleh lelaki sunda itu.
Dan aku baru menyadari bahwa hubungan ini hancur karena  hadirnya orang ketiga dan yang hanya menyisakan kepingan-kepingan luka dan kenangan. Namun tak apa atas semua yang terjadi, tapi perlu di ingat untuk wanita yang muncul menjadi orang ketiga, aku ingin sedikit berkata bahwa masa depanmu adalah masalaluku. Tak ada yang perlu di sesali, Akupun tak menyumpahi masalaluku, melainkan mensyukuri, karena akhirnya aku dipertemukan dengan ending yang bahagia, bebas, tanpa beban dan tanpa kamu. Walau sebenarnya perasaan ini masih saja sama dengan perasaanku dulu tapi biarkan hati ini yang merasa, kau tak perlu tahu sekarang. Karena suatu saat nanti kau pasti menyadari rasa ini. 

30dc hari ke 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODUL 4 PPKN KELAS IV (Empat)

Rabu, 10 Februari 2021 Hallo, selamat pagi. semoga semuanya selalu dalam keadaaan sehat. Silahkan pelajari unit 2 bagian B ya tentang Sika...