Minggu, 25 Desember 2016

LITERASI

"Literasi tentang Keaksaraan Dasar & Keaksaraan Usaha Mandiri"




Selamat malam para pembaca yang setia :)

Hari ini tulisanku berbentuk artikel yang membahas tentang literasi.

          Literasi yang dibahas pada artikel ini ialah  keaksaraan dasar dan keaksaraan usaha mandiri. Keaksaraan dasar ialah terdiri dari kegiatan CALISTUNG. CAISTUNG adalah singkatan dari membaca, menulis, dan berhitung. Calistung merupakan tahapan dasar orang bisa mengenal huruf dan angka. Banyak pakar menganggap penting calistung untuk mempermudah komunikasi dalam bentuk bahasa tulis dan angka.
Umumnya belajar calistung ini banyak disampaikan di pendidikan formal. Fenomena muncul ketika ada masyarakat yang ternyata belum bisa mengenyam sekolah. Mereka tahu huruf-huruf dan angka tapi tidak bisa membaca. Mereka tahu uang tapi tidak bisa menghitungnya. Tahap-tahap pengenalan inilah yang mulai banyak dikaji dan dikembangkan dalam pengembangan metode calistung atau literasi. Bagi anak sekolah kegiatan membaca, menulis, dan berhitung sudah jadi kerjaan sehari-hari. Tapi berbeda dengan pelajar dewasa. Mereka yang tidak mengenyam dunia pendidikan, tidak membutuhkan teori calistung seperti anak sekolah. Mereka ingin belajar calistung ketika itu bisa meningkatkan kualitas hidup dan berguna dalam kegiatannya sehari-hari.

Pada data statistik UNESCO Institute tahun 2008, tercatat bahwa di Indonesia warga dewasa yang mampu membaca teks dan angka yang sederhana adalah 91.4% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan, warga yang buta huruf adalah 8.6%. Prosentase tersebut terpecah dengan komposisi laki-laki yang masih buta huruf adalah 4,3 juta penduduk. Sedangkan warga belajar perempuan adalah 10,1 juta penduduk. Jika demikian, Indonesia memiliki prosentase literasi orang dewasa yang cukup tinggi dengan peringkat ke delapan, meninggalkan 12 negara Asia Pasifik lainnya.
         
          Menurut UNESCO yang dikutip oleh Nasution (2013: 12-13), memasukkan enam kategori kelangsungan hidup kemampuan literasi yang dua diantaranya ialah :
1.Basic Literacy, kadang-kadang disebut Literasi Fungsional (Functional Literacy), merupakan kemampuan dasar literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana membaca, menulis, dan melakukan perhitungan numerik dan mengoperasikan sehingga setiap individu dapat berfungsi dan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi di masyarakat, di rumah, di kantor maupun sekolah.
2. Media Literacy,  merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan memanfaatkan berbagai jenis media dan format di mana informasi di komunikasikan dari pengirim ke penerima, seperti gambar, suara, dan video, dan apakah sebagai transaksi antara individu, atau sebagai transaksi massal antara pengirim tunggal dan banyak penerima, atau, sebaliknya.
Selain itu, menurut ahli Wells (1987, 111) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu: performative, functional, informational, dan epistemic. Orang yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada tingkat  functional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual. Pada tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Dengan demikian tingkatan literasi dimulai dari tingkatan paling bawah yaitu performative, functional, informational, dan epistemic

          Jadi keaksaraan dasar seperti kegiatan membaca, menulis dan berhitung merupakan literasi dasar yang harus dicarikan solusi untuk memberantasnya, salah satunya ialah dengan membuat program keaksaraan agar mampu menjadi tempat atau kegiatan yang mampu memeberantas buta aksara. Sedangkan Keaksaraan Usaha Mandiri merupakan kemampuan atau keterampilan dasar usaha yang dilatihkan melalui pembelajaran produktif dan keterampilan bermata pencaharian yang dapat meningkatkan keaksaraan dan penghasilan peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai salah satu upaya penguatan keaksaraan sekaligus pengentasan kemiskinan. Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) merupakan salah satu bentuk inovasi pembelajaran pemberantasan buta aksara. Selama ini pembelajaran buta aksara hanya bersifat konvensional, klasikal dan subject oriented. Setrategi pembelajaran tersebut juga sangat membosankan, dan jauh dari kaidah pembelajaran orang dewasa (andragogy). Dampaknya, adalah peserta didik tidak termotivasi untuk belajar dan lambat laun bubar, sehingga pada akhir pembelajaran hanya tersisa 2-4 orang. Tentunya, jika ini terus berlanjut maka target pemerintah mencapai bebas buta aksara 100% hingga tahun 2015 sangat mustahil tercapai. Saat ini masih terdapat 6,7 juta tuna aksara dewasa usia 15-59 tahun, pemerintah hanya mampu menurunkan 4,43%. Untuk mencapai target ketuntasan yang lebih baik, maka salah satu yang harus dibenahi adalah model pembelajarannya.

          Kesetaraan Usaha Mandiri adalah model pembelajaran pemberantasan dan penguatan keaksaraan warga belajar dengan menggabungkan muatan materi pokok membaca, menulis, berhitung dengan materi penunjang yaitu ketrampilan fungsional berbasis pada minat, kebutuhan dan potensi pasar/ peluang pasar. Model KUM akan menggiring warga belajar kepada suasana belajar nyata, karena seting pembelajaran adalah seting usaha. Produk-produk yang dihasilkan oleh para warga belajar langsung dipasarkan, dijual di pasar tentunya yang menjual adalah mereka sendiri. Dalam KUM juga dibelajarkan tentang bagaimana mengenali potensi lingkungan, bagiamana memanfaatkan potensi SDA sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Semoga bermanfaat


Fighter +Nia Anggraeni
#30DWC Hari ke 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKSI NYATA PMM "RENCANA TINDAK LANJUT DARI HASIL ASESMEN AWAL PEMBELAJARAN"

Berikut rancangan asesmen awal pembelajaran Berikut Nilai peserta didik beserta rencanan tindak lanjut